Skip to main content

Arah Pendidikan di Jambi: Mengembalikan Kejayaan Universitas Candi Muaro Jambi


Dion Ginanto 
 
Jambi dikenal pernah mengukir sejarah pendidikan di Nusantara. Bumi Sultan Taha ini bahkan pernah menjadi kiblat pendidikan formal dengan Universitas tertua di Indonesia yaitu Universitas Candi Muaro Jambi. Komplek percandian Candi Muaro Jambi lebih luas ketimbang kompleks Candi Angkor Wat di Kamboja; dan lebih tua dibanding Candi Borobudur. Tidak heran jika Candi Muaro Jambi mendapat prediket kompleks percandian terbesar di Asia Tenggara, bahkan menjadi salah satu situs percandian terbesar dunia. Sejarah mencatat, banyak sekali pencari ilmu yang berlayar dan berkelana untuk belajar di Candi Muara Jambi. Begitu mashur dan agung Jambi kala itu. Begitulah, betapa pendahulu kita telah berhasil mengukir tinta emas kejayaan pendidikan. Kini saatnya kita kembali membangkitkan kualitas pendidikan. Kita berhutang pada nenek moyang untuk mengembalikan kejayaan Kerajaan Melayu Jambi. 

 
Suka atau tidak, saat ini kita harus mengakui bahwa potret pendidikan di Jambi belum dapat dikatakana sempurna. Masih banyak pekerjaan rumah di awal pemerintahan Bapak H. Fachrori Umar, setidaknya hingga dua tahun ke depan. Dua tahun memang terasa sangat pendek, namun jika Gubernur Jambi dan jajarannya bekerja keras, ikhlas, dan cerdas, paling tidak dapat sedikit memberi warna tersendiri bagi pembangunan pendidikan di Bumi Melayu Jambi. Beberapa pekerjaan yang harus ditata oleh pemerintahan baru ini di antaranya adalah permasalahan guru, buta huruf dan putus sekolah, dan revitalisasi peran orangtua dan masyarakat.
Kualtias dan Kuantitas Guru di Jambi
Masih banyak Pekerjaan Rumah yang mesti Rajo Jambi (Bapak Fachrori Umar) dan Jajarannya kerjakan, diantaranya masalah kualitas dan kuantitas guru di Jambi. Secara kualitas, agenda-agenda strategis harus segera digarap untuk mendongkrak kinerja guru. Nilai rata-rata guru di Jambi pada Uji Kompetnesi Guru masih berada di bawah rata-rata nasional yaitu sebesar 43.82 persen.
Ada beberapa penyebab mengapa nilai rata-rata UKG guru masih di bawah standard nasional, salah satunya adalah pendidikan dan pelatihan guru yang tidak tepat sasaran. Diklat guru selama ini selalu dipusatkan di kabupaten atau provinsi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Pelatihan yang biasanya dilakukan selama satu minggu tersebut belum dapat menyasar seluruh guru. Bahkan ada guru yang spesialisasinya adalah untuk dikirim pelatihan, jadi setiap pelatihan guru yang berangkat hanya itu ke-itu saja.
Akan lebih efektif sebenarnya jika pelatihan guru itu dilakukan secara rutin di tingkat sekolah masing-masing. Tugas dari Dinas Pendidikan, LPMP, dan Badan Diklat lainnya adalah untuk berkoordinasi mengirimkan pemateri atau fasilitator untuk terjun ke tingkat satuan pendididikan guna memfasilitasi pelatihan di tingkat sekolah minimal satu kali satu bulan. Pelatihan di tingkat sekolah lebih efektif karena dapat menyasar seluruh guru dan dapat dilakukan pada tingkat rumpun guru. Fasilitator berfungsi untuk memastikan jalannnya pelatihan berjalan efektif dan efisien, sementara pematerinya adalah dari guru yang digilir dan dipandu oleh kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum. 

 
Pelatihan rutin di tingkat satuan pendidikan dinilai lebih efektif dan efisien karena dapat menyelesaikan permasalahan sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Juga tidak ada lagi kesan bahwa hanya guru itu ke-itu saja yang dikirim pelatihan. Diklat tingkat sekolah atau yang sering di sebut PLC (Professional Learning Community) dapat meningkatkan kolaborasi dan teamwork guru. Yang kita inginkan adalah guru maju bersama-sama. Dalam artian, guru yang mempunyai pengetahuan lebih pada skill tertentu, dapat berbagi kepada teman lainnya. Teman yang mempunyai metode pengajaran yang terkini, dapat juga mentrasfer kepada sesama koleganya. Sehingga semua guru saling belajar satu sama lain dan dapat berprestasi bersama.
Secara kuantitas, Jambi juga masih kekurangan guru. Guru yang ada saja, masih setengahnya belum belum sarjana. Data tahun 2016 akhir, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi melalui Kepala Dinas melaporkan bahwa dari tingkat SD hingga SMA, Jambi memiliki 54.880 guru. Dari Jumlah tersebut 53 persen diantaranya masih belum bergelar Strata 1 (S1).
Selain itu, guru setiap tahun ada yang pensiun, namun sayangnya, sejak 2014 baru pada tahun 2018 ada seleksi pengangkatan guru PNS. Pengangkatan tahun 2018 pun dinilai masih belum memenuhi tingkat kekurangan guru. Ditambah lagi, yang diangkat bukan dari honor K-2 yang notabene mempunyai kualitas dan pengalaman yang memadai. Guru honorer K-2 di Jambi saat ini berjumlah 2385, belum lagi guru honorer lainnya.
Baik guru K-2 dan guru honor lainnya masih bergaji di bawah UMR. Bahkan saat ini masih ada guru honorer yang bergaji di bawah Rp. 500.000 perbulan, itupun tidak diberikan setiap bulan, melainkan setiap tiga bulan sekali. Besaran gap gaji guru ASN dan guru Honorer memang sangat menyakitkan, ditambah lagi guru honorer tidak mendapatkan tunjagan TPP (Tunjangan Penghasilan Pegawai). Padahal menurut hemat saya, pegawai honorlah yang lebih pantas mendapatkan TPP.
Arah pendidikan Jambi ke-depan adalah untuk meyakinkan bahwa kualitas guru harus diperbaiki dengan memberikan pelatihan guru yang tepat sasaran. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jambi juga harus memikirkan kesejahteraan guru honorer. Jangan ada lagi gap yang sangat tinggi antara guru honorer dan guru ASN. Karena sejatinya beban dan tanggung jawab kedua jenis guru ini adalah sama.
Buta Huruf dan Angka Putus Sekolah
BPS Provinsi Jambi pada tahun 2016 melaporkan bahwa angka buta huruf di Jambi masih pada kisaran 1.81 persen. Meskipun kecil, Jambi harus benar-benar memastikan bahwa tuntutan Undang-Undang Dasar bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dapat dipenuhi.
Selain buta huruf, Negeri Sepucuk Jambi Sembilan lurah juga dihantui dengan angka putus sekolah. Pada tahun 2018 Dinas Pendidikan melalui Kepala Dinas Bapak Agus Heriyanto, melaporkan bahwa angka putus sekolah pada tahun 2018 berkisar apda angka 2.349. Angka tersebar dari SD hingga SMA dengan rincian sebagai berikut: SD sebanyak 655, SMK dengan angka 621, SMP 609, dan SMA 454 orang (TribunJambi:2018).
Pemerintah provinsi Jambi dapat menggandeng semua unsur masyarakat untuk berperang melawan kasus putus sekolah dan buta huruf. Apalagi saat ini banyak sekali Lembaga pengelola Zakat dan sedekah swasta yang sangat peduli dengan bidang pendidikan. Pemerintah daerah juga dapat menggandeng partisipasi masyarakat dengan menggalakkan program orang tua asuh, yang dulu sempat berhasil di era Presiden Soeharto. Tentu, progam CSR (Corporate Social Responsibly) dari perusahan-perusahaan di Jambi dapat disatukan guna membantu menghapus angka buta huruf, dan menurunkan angka putus sekolah. 

Peran Orangtua pada Pendidikan
Ada satu program yang yang dapat meningkatkan mutu pendidikan, namun tidak membutuhkan banyak biaya. Program itu bernama Parental Involvement, atau penyertaan orangtua pada pendidikan anak. Sekolah selama ini hanya melibatkan orangtua pada dua kegiatan: (1) Rapat komite untuk iuran bulanan atau uang bangunan, dan (2) Pemanggilan orangtua ketika anak bermasalah (Karsidi, dkk; Fitirah, dkk; & Makzub dan Salim, 2011). Padahal orangtua harusnya dilibatkan lebih dari sekedar penanggungan beban: beban biaya, dan beban kenakalan anak. Orangtua sejatinya dapat dilibatkan dalam program volunteering (menjadi relawan) yang membantu guru baik di kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas misalnya dapat membantu memonitor kegiatan siswa di kelas, atau bahkan dapat menjadi narasumber di kelas. Di luar kelas dapat memantau jika ada anak yang bolos, tidak disiplin, atau jenis pelanggaran tata tertib sekolah lainnya. Selain itu sekolah dan rumah harus menjalin komunikasi yang sangat intensif, guna memberikan informasi dua arah tentang bakat dan talenta anak. 


Rumah dan sekolah juga harus bekerja sama dalam membuat program-program seperti parenting, learning at home, dan collaboration with the community. Parenting ini sangat penting, karena tidak semua orangtua memahami bagaimana mengawasi dan mendidik perkembangan dan pertumbuhan anak. Program parenting sangat membantu sekolah terutama dalam aspek pendidikan karakter. Learning at home, juga tidak kalah pentingnya. Kerjasama rumah dan sekolah diharapkan dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif di rumah. Karena kebanyakan kenakalan remaja berawal ketika tidak betah tinggal di rumah. Collaboration with the Community juga tidak kalah penting, bagaimana masyarakat juga dilibatkan dalam membesarkan peserta didik dari TK hingga SMA. Sehingga standard etika, sopan santun, dan toleransi dapat diserap dan dipraktekkan di lingkungan masyarakat. Ketika masyarakt ikut aktif dalam pengawasan pendidikan, saya yakin, kenakalan remaja akan dapat diturunkan dengan drastis.
Memang PR Rajo Jambi untuk mengembalikan kejayaan pendidikan di Jambi seperti era Universitas Candi Muaro Jambi terkesan sangat ambisius. Namun, ketika kita mempunyai mimpi yang tinggi, akan tetapi disertai rasa opimisme dan tawakal yang mantab, dan dilengkapi dengan kerjasama dari semua pihak, niscaya pemenuhan target bukanlah suatu hal yang muluk-muluk. Selamat bekerja Rajo Jambi dan jajarannya, kami rakyat Jambi siap membantu mengembalikan kejayaan Universitas Candi Muaro Jambi. 

Comments

Popular posts from this blog

Sampling

This slides provide you:  1. the definition of sampling  2. sampling frame 3. determining the size of your sample  4. sampling procedure (Probability and non-probability)  Please follow/download the link for the Power Point Slides

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would be a battle if she refuse his desire. Putri Pinang Masak was so confused before she got an idea to refuse the king’s proposal. Then she said to the king that she accepted his proposal on one condition. The king should be able to build a very large and beautif