Skip to main content

Kisah Pak Guru Avan, Mengajar dari Rumah ke Rumah karena Siswa Tak Punya Ponsel


 Foto: Kompas

Penulis: Luthfia Ayu Azanella Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pak guru Avan. Nama lengkapnyanya Avan Fathurrahman (39). Ia adalah guru di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Tepatnya, guru di SD Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Dalam dua hari terakhir, kisah Pak guru Avan viral di media sosial, khususnya Facebook. Ia berbagi cerita bagaimana ia menjalani kesehariannya sebagai guru selama masa pandemi virus corona.

Aktivitas belajar dilakukan dari rumah selama lebih dari sebulan ini.

Guru dan siswa diminta memanfaatkan teknologi. Materi pembelajaran diberikan secara online.

Praktiknya tak semudah itu bagi Avan dan para siswanya. Fasilitas belajar online tak dimiliki semua siswa. Jangankan laptop, ponsel saja ada tak punya.

Avan tak ingin menambah beban para orangtua siswa. Ia memilih menyambangi rumah siswanya. Satu per satu. Jarak tempuhnya tak dekat.

Melalui unggahan di akun Facebook-nya, Avan Fathurrahman, ia menceritakan pengalamannya mendatangi satu per satu muridnya untuk memandu mereka belajar di rumah.


Baca Juga: Empat Tips Kepala Sekolah di Tengah Pandemi Corona

Diunggah pada Kamis (16/4/2020), hingga Sabtu (18/4/2020) pagi, unggahan Avan sudah menyebar dan dibagi ulang lebih dari 5.200 kali.

"Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Mentri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid," demikian tulis Avan.

Bahkan, kata Avan, ada wali murid yang ingin mencari pinjaman uang untuk membeli ponsel.

"Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari," lanjut Avan dalam unggahannya.

Unggahan Avan pun mendapatkan ribuan komentar. Banyak yang mengapresiasi apa yang dilakukannya.
Selain berkewajiban memastikan proses belajar tetap berlangsung meski di tengah pandemi virus corona, Avan dan para guru lainnya harus melaporkan kegiatan belajar dari rumah yang dilakukan bersama siswa-siswanya.

Oleh karena itu, ia harus turun langsung untuk memastikan semua siswanya tetap bisa belajar, meskipun dari rumah.

https://web.facebook.com/avanfathur/posts/3141799172499814

Sekolah di pelosok Sumenep

Di SD Negeri Batuputih Laok 3, Avan merupakan guru kelas VI.

Saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/4/2020) pagi, Avan menceritakan, ia mengajar di sebuah sekolah yang lokasinya ada di pelosok Sumenep, kabupaten paling timur di Pulau Madura.

"Sekolah saya kan agak pelosok. Kalau kelas VI-nya sendiri 5 orang, sedikit. Kelas V itu 4 (siswa), kelas III, 3 (siswa). Kalau siswanya (dari keas I-VI) enggak sampai 20, karena bener di pelosok," kata Avan.

"Kalau gurunya itu yang PNS itu 4. Jadi kepala sekolah 1, guru agama 1, guru olahraga 1, saya guru kelas," lanjut dia.

Aktivitas belajar dari rumah mulai berjalan pada awal Maret 2020.

Kala itu, Avan menyadari bahwa tak semua orangtua siswa memiliki kemampuan ekonomi yang baik untuk menyediakan fasilitas belajar online dari rumah.


Baca Juga: Peran Orang Tua di Tengah Virus Corona

Awalnya, ia berpikir, situasi ini tak akan berlangsung lama.

"Ternyata diperpanjang, diperpanjang. Terus gimana dengan tugas itu? Gimana dengan mereka? Karena teman-teman (guru) yang lain, rata-rata yang mengajar di kota itu bisa berkomunikasi melalui gadget, bisa melalui video conference, dan lain-lain," ujar Avan.

"Untuk siswa saya, ini tidak mungkin dilakukan, saya bisanya telepon. Bahkan telepon anak-anak itu kan orangtuanya yang punya (handphone). Kadang pernah telepon dan tidak diangkat, karena orangtuanya sedang kerja di luar," lanjut dia.

Kondisi ini akhirnya membuat Avan harus melakukan kegiatan mengajar keliling dari satu rumah siswa ke rumah siswa lainnya.

Ia ingin memastikan anak-anak didiknya tetap menerima pelajaran baik akademik maupun non-akademik, meskipun mereka tidak pergi ke sekolah.

Menempuh jarak 20 kilometer
 Foto: Facebook/Avan Fathurrohman Avan menyusuri jalanan yang merupakan pematang sawah untuk mencapai rumah siswanya.

Meski bertanggung jawab mengampu siswa kelas VI, Avan juga keliling mengajar siswa kelas IV dan V karena rumah para siswa ini berdekatan, paling jauh berjarak 1,5 kilometer.

Dengan menggunakan sepeda motor dan dana pribadinya, Avan berangkat dari kediamannya di Dusun Toros, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan, menempuh jarak sekitar 20 km untuk menjangkau rumah siswanya.

Ia memulai kegiatan ini sejak 3 pekan yang lalu, pagi hingga siang hari, 3 kali dalam satu minggu.

"Saya (guru) kelas 6, cuma ketika ke (rumah) siswa itu kadang siswa-siswa yang terdekat, baik kelas 5, kelas 4, kelas lain, saya datangi juga, karena siswa saya juga sedikit di sekolah. Makanya saya juga datangi yang lain-lain biar sama-sama ikut belajar," jelas Avan.

Tak semua rumah siswa bisa ia jangkau dengan kendaraan bermotor, ada juga rumah siswa yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Apalagi ketika hujan turun.

"Ya, karena kalau hujan itu selain becek, juga licin. Saya pernah agak hampir terjatuh, tapi alhamdulillah selamat," cerita Avan.

Untuk memastikan siswanya ada di rumah, Avan selalu berpesan agar mereka tidak pergi ke mana-mana dan tetap tinggal di rumah karena ia akan datang.

"Tapi kadang saya (mengatakan) tidak harus hari Senin, tidak harus hari Rabu, bisa saja langsung besok, lusa (saya datang). Tujuan saya enggak memberi tahu seperti itu, biar mereka tidak main ke mana-mana, maksudnya biar belajar di rumah saja," kata Avan.

"Saya juga ke orangtuanya menyampaikan seperti itu. Jadi minta tolong biar anak-anak tidak ke mana-mana, di rumah saja, jangan ke rumah temannya juga. 'Saya akan ke sini, tapi jangan diberi tahu kapannya. Nanti saya akan datang saja'," lanjut dia.

Respons wali murid, dan sekolah


Avan mengaku apa yang ia lakukan mendapatkan dukungan dari pihak sekolah, meskipun memang dukungan itu tidak disampaikan dalam bentuk pendanaan.

"Sepertinya ini belum diatur juga ya, tidak ada aturan yang jelas penggunaan alokasi BOS itu untuk kegiatan seperti ini. Saya belum tahu itu, dan saya memang tidak meminta lah, dianggap ini kan bagian dari tugas saya," ujar Avan.

Sesekali, kepala sekolah di tempat Avan mengajar pernah ikut bersamanya mendatangi rumah salah satu siswa.

Kepala sekolah pun mendukung Avan untuk tetap meneruskan kegiatan ini.

"Ya betul (kepala sekolah mengijinkan), ya men-support Beliau," kata dia.

Sementara, orangtua siswa merasa senang, karena mereka merasa lebih tenang meninggalkan anaknya di rumah ketika harus pergi bekerja ke sawah atau ladang.

"Kan gini, orangtuanya itu malah mikirnya 'Aduh Alhamdulillah, untung Bapak ke sini, jadi anak-anak juga belajarnya bisa terpantau. Kebetulan kan kerjanya ke ladang, ke sawah, jadi saya agak tenang lah berangkat kerja, malah setiap hari juga enggak apa-apa, Pak' gitu," kata Avan menirukan pernyataan para orangtua siswa.
Dok. Avan Fathurrahman Pak Guru Avan, seorang guru di pelosok Sumenep, mengajar siswanya dari rumah ke rumah karena siswanya tak memiliki perangkat untuk belajar online.

Avan juga tak hanya mengajarkan materi-materi yang bersifat akademis.

Ia juga menyampaikan hal-hal yang sifatnya kontekstual seperti membantu orangtua, menjaga kesehatan, memperkenalkan apa itu Covid-19, dan mengingatkan anak-anak untuk senantiasa beribadah.

"Kalau saya ke sana itu pertama tanya tentang kegiatan keseharian. Jadi saya kan tahu sekarang tuntutan kurikulum tidak harus tercapai. Jadi tidak harus membebani siswa-siswa, tuntutan kurikulum harus tuntas, itu enggak. Di samping itu, saya juga meminta mereka, biasa lah namanya juga guru, mengingatkan, jangan lupa shalat, ngajinya," jelas Avan.

Baca Juga: Mas Menteri, Ada yang tak Kalah Bahaya dari Virus Corona

"Misal pengetahuan soal Covid-19 ini, jadi saya juga bicara tentang itu. Yang pertama biar mereka tidak panik. Mungkin mereka tidak tahu ya apa itu corona, jadi saya sedikit berikan gambaran, tapi tidak terlalu detail. Yang penting mereka tahu sederhananya begini, terus bagaimana pencegahannya. Cuci tangan yang baik, jaga kesehatan, jaga jarak," sambung dia.

Dokumentasi kegiatan mengajar yang dilakukannya, kata Avan, bagian dari kewajibannya untuk melaporkan secara administratif kepada pihak sekolah dan dinas pendidikan.

Tak punya pilihan lain

Avan menyadari bahwa keputusannya untuk mengajar siswa dari rumah ke rumah pada masa pandemi virus corona tak sesuai dengan imbauan pemerintah.

Akan tetapi, ia mengaku tak punya pilihan lain atas kondisi riil yang dihadapi siswanya.

"Di satu sisi saya memang paham, bahwa saat ini tidak boleh keluyuran, tidak boleh ke mana-mana. Tapi memang Alhamdulillah di daerah saya itu masih zona hijau, itu yang pertama. Karena masih zona hijau, saya merasa Insya Allah semoga aman saya jalan," kata Avan.

Selain wilayahnya masih termasuk zona hijau, dukungan dari keluarga juga membuatnya semakin yakin menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru dengan kondisi siswa yang terbatas fasilitas.

"Kalau keluarga saya malah men-support, ja. Jadi kan saya diskusi juga, ini gimana kalau seperti ini. Saya sampaikan, niatkan. Ya Alhamdulillah keluarga support," ujar dia.

Avan kini telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan telah mengajar di SDN Batuputih Laok 3 sejak 2015.

Artikel ini diterbitkan oleh KOMPAS.COM tanggal 18/04/2020



Comments

Popular posts from this blog

Sampling

This slides provide you:  1. the definition of sampling  2. sampling frame 3. determining the size of your sample  4. sampling procedure (Probability and non-probability)  Please follow/download the link for the Power Point Slides

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would be a battle if she refuse his desire. Putri Pinang Masak was so confused before she got an idea to refuse the king’s proposal. Then she said to the king that she accepted his proposal on one condition. The king should be able to build a very large and beautif