Skip to main content

Pesan dan Pelajaran dari Acara Diskusi Guru Dunia dalam Menghadapi Corona


 
 Gambar peserta para educator dari seluruh dunia

Dua hari yang lalu saya mendapat kehormatan untuk berbagi cerita tentang efek Corona terhadap pendidikan di Indonesia pada acara “Check-In” yang digagas oleh LATTICE. LATTICE adalah sebuah organisasi yang disponsori oleh Michigan State University (MSU), yang bertugas untuk memberikan pelatihan kepada guru-guru di Lansing, Michigan, Amerika Serikat, agar mereka mempunyai wawasan dan pengetahuan internasional. Saya sendiri bergabung sebagai anggota LATTICE pada tahun 2012, dan pada tahun 2014 diangkat sebagai Graduate Assistant (GA) yang bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu untuk pelatihan guru di antaranya mengundang pemateri, menyiapkan tempat, memaintanance website, mengelola email, dokumentasi, menjadi fasilitator diskusi, serta pada topik-topik tertentu kerap diminta sebagai narasumber.
Kembali ke acara “Check-In.” Acara yang diselenggarakan pada tanggal 2 April 2020 tersebut diikuti oleh 70 peserta, dengan reporter:
Yasmira/Rachel:Cuba,
Arfang: Senegal,
Thidzi: Afrika Selatan,
Rana: Jordan,
Daniel: Uganda,
Yoly: China,
Wanfei: China,
dan saya sendiri Dion dari Indonesia. Selain reporter saya lihat banyak juga teman-teman yang hadir dari belahan bumi lainnya yang hadir sebagai peserta di antaranya dari Malaysia, Argentina, Saudi Arabia, berbagai negara bagian di Amerika Serikat, dan negara lain yang saya tidak sempat mencari tahu dari mana.        
Acara tersebut diawali dengan pembukaan oleh Moderator: Robert Lurie (Session Director of LATTICE) dan Jennifer Wargo (Perwakilan MSU) yang membahas tentang betapa peliknya Corona virus telah memberikan dampak negatif bagi dunia pendidikan. Lalu dilanjutkan dengan laporan dari reporter yang telah ditunjuk sebelumnya. 
                             Saya sedang menyampaikan reportase
Saya mendapat giliran berbicara ke-7, setelah Uganda. Dalam pemaparannya saya menyampaikan data update terbaru yang terpapar Corona, jumlah yang telah meninggal, dan yang berhasil sembuh. Saya juga menyampaikan pilihan Indonesia yang tidak menyetujui opsi Lock Down, tentu saya mengambil kacamata positif, agar tetap menjaga marwah dan wibawa Indonesia. Saya juga bercerita tentang sekolah yang tutup hingga tanggal 29 Mei, tentang Ujian Nasional yang dihapuskan, dan peniadaan Ujian Sekolah. Saya juga membahas tentang penggunaan WhatsApp yang banyak orang Amerika tidak menggunakannya. 
Ada salah satu peserta, pensiunan guru di Lansing, Amerika yang bertanya pada saat sesi Q and A di buka. Saya menjawab secara gamblang tentang WhatsApp (WA) yang begitu user friendly, dan tidak begitu menyedot kuota terlalu banyak jika dibanding dengan google classroom, zoom, atau platform kelas online lainnya. Saya juga membahas tentang guru yang bisa membuat group WA yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk forum diskusi.  
Saya banyak sekali belajar dari pemaparan para reporter, juga pada saat diskusi tanya jawab. Beberapa hal yang saya pelajari dari acara global Check In LATTICE diantaranya:
1.       Tidak semua negara mempunyai privilege (keiistimewaan) untuk mengakses teknologi dan internet. Negara sebesar Amerika dan China, masih kewalahan dengan fakta banyak sekali siswa yang tidak dapat mengikuti kelas online dikarenakan keterbatasan internet.
2.       Negara Adikuasa seperti Amerika pun meresa kesulitan menangani isu siswa yang kurang mampu, yang biasanya mengandalkan makan siang di sekolah. Namun karena Corona, banyak guru yang khawatir dengan asupan gizi siswa-siswinya.
3.       Negara adikuasa Amerika juga bingung dengan keputusan pemerintah lokal yang saat itu belum memberikan kuputusan yang jelas akan penutupan sekolah atau tidak. Karena dari pemaparan beberapa guru, ada dari mereka yang dua hari sekolah, kemudian mendapat informasi sekolah tutup, kemudian dapat informasi sekolah dibuka setengah hari. Indonesia masih beruntung karena Pemerintah mempunyai kebijakan nasional untuk meliburkan sekolah.
4.       Masing-masing guru dari berbagai negara sepakat tentang orang tua yang mengeluh dengan siswa harus diliburkan dalam waktu lama. Banyak orang tua yang kini menyadari akan pentingnya peran guru.
5.       Peserta juga setuju, bahwa pemerintah harus lebih gencar dalam mengkampanyekan pentingnya peran orangtua untuk pendidikan anaknya. Karena guru dan sekolah tidak akan pernah berhasil mendidik putra putri bangsa tanpa adanya peran serta aktif dari orangtua.
6.       Adanya aura optimisme dari seluruh peserta Check In bahwa kita akan memenangkan peperangan terhadap Corona. Mereka saling memberi semangat satu sama lain. Tentunya kami setuju bahwa guru berada di garda terdepan, setelah tim medis untuk tetap menjaga agar generasi muda tetap belajar meski dari rumah.
Setelah satu jam lebih lamanya kami berdiskusi, moderator dengan nada sedih harus menutup perjumpaan kelas online guru yang diikuti oleh hampir seluruh benua. Sang Moderator berpesan agar kita selalu menjaga kesehatan, serta harus tetap semangat dan ikhlas untuk tetap menginspirasi dan mendidik di tengah masa ketidakpastian dikarenakan virus Corona.



Comments

Popular posts from this blog

Sampling

This slides provide you:  1. the definition of sampling  2. sampling frame 3. determining the size of your sample  4. sampling procedure (Probability and non-probability)  Please follow/download the link for the Power Point Slides

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would be a battle if she refuse his desire. Putri Pinang Masak was so confused before she got an idea to refuse the king’s proposal. Then she said to the king that she accepted his proposal on one condition. The king should be able to build a very large and beautif