Foto penolakan pemakaman jenazah korban Corna. Foto dari berbagai sumber.
Kita dikejutkan dengan berita yang
sangat menyayat hati. Bukan, bukan karena banyaknya jumlah kematian karena virus
Corona. Bukan pula, karena kita tidak bisa pulang kampung karena larangan Pemerintah.
Hati ini tersayat karena banyaknya pemberitaan penolakan penguburan jenazah korban
Corona di beberapa wilayah di Indonesia. Sungguh tersayat hati ini
melihatnya, apalagi membayangkan menjadi keluarganya. Coba kita mencoba untuk memakai sepatu mereka, keluarga yang ditinggalakan. Petama, tidak diperbolehkan
memandikan jenazahnya, tidak bisa mengkafani seorang yang dicintainya, tidak
pula diperbolehkan mencium keningnya untuk terakhir kalinya, tak boleh ikut
penguburannya; dan kini jenazah orang yang disayanginya ditolak, dihujat,
bahkan dilepari kayu dan batu. Sungguh sedih…
Namun,
saya setuju dengan AA Gym, bahwa penolakan jenazah untuk dikuburkan di wilayahnya bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Mungkin kita pun sebagai tenaga
pendidik ikut andil. Menurut AA Gym, mereka melakukan semua itu karena
mereka tidak tahu. Mereka tidak faham bahwa jenazah yang telah dikuburkan tidak
akan pernah mampu menularkan Corona pada mereka yang masih hidup. Setelah
dimakamkan, virus Corna tidak akan mampu bangkit dari kubur seperti
film-film horor di TV. Virus Corona pun tidak akan pernah mampu menularkan pada
jenazah lainnya di alam kurbur (kan malah bercanda).
Tapi
benar, mungkin kita sebagai pendidik selama ini kurang memberikan pendidikan
karakter bagaimana kita memulyakan jenazah. Bagaimana etika pada para medis dan
petugas keamanan yang telah bersusah payah rela membantu penguburan jenazah, malah
mendapat lemparan batu dan kayu. Mungkin kita sebagai guru kurang greget dalam
menjabarkan Kompetensi Inti satu dan dua di setiap mata pelajaran yang kita
ampu.
Oleh
karenanya, kita sebagai tenaga pendidik harus bekerja lebih giat lagi. Karena pekerjaan
berat menanti di depan sana. Kerja berat kita bukan lagi agar peserta didik
kita cerdas dan tangkas dalam memahami ilmu pengetahuan sosial dan sains.
Tetapi pekerjaan yang lebih berat adalah mendidik karakter generasi milenial
dan generasi Z agar tidak lagi terjadi kasus seperti di atas.
Karena esensi
pendidikan di tengah kemajuan teknologi dan informasi adalah penguatan
karakter. Semoga guru dapat bersinergi membantu pemerintah, membantu BPIP
(Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) agar kita mampu mencetak generasi yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Sesuai amanat UU No 20 tahun 2003).
Lalu
untuk menjawab judul di atas, penolakan jenazah Corona salah siapa? Jawabannya
adalah tidak ada yang patut dipersalahakan. Tugas kita sekarang adalah siapapun
kita, apapun pekerjaan kita, dan apapun potensi kita, semampu kita agar dapat
memberikan edukasi pada orang-orang di sekeliling tentang bagaimana menghormati
jenazah, tentang jenazah akibat Corona yang tidak akan membahayakan sesiapa
setalah dikuburkan. Mari kita kembalikan jati diri Bangsa, yang bertoleransi, tepo
seliro, dan saling menghargai dan menghormati.
Penulis adalah Pendidik di salah satu SMA di Jambi
Comments