Skip to main content

Strategi Hadirkan Pembelajaran Inovatif dan Menyenangkan di Rumah

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama masa pandemi kerap memberikan tantangan, baik bagi anak, orangtua, guru, maupun banyak pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. 

Sebuah survei yang dilakukan UNICEF pada Mei dan Juni 2020 mendapati, sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 provinsi di Indonesia mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19. 

Survei yang dilakukan melalui kanal U-Report yang terdiri dari SMS, WhatsApp, dan Messenger kepada lebih dari 4.000 siswa itu juga mendapati, 87 persen siswa ingin segera kembali belajar di sekolah.
Praktisi Psikologi Anak dan Pendidikan Elizabeth T Santosa menyatakan proses belajar dari rumah (BDR) memang berpotensi membuat anak kurang termotivasi. 

Ada sejumlah alasan mengapa anak kurang senang belajar di rumah. Salah satu pemicunya ialah hilangnya kemerdekaan sosial anak selama BDR. 

"Mereka tidak bisa mengobrol dengan teman, lebih banyak melihat monitor. Interaksi dengan teman sangat kurang, membuat anak bosan dan merasa terbelenggu," paparnya dalam webinar Merdeka Belajar: Menghadirkan Pembelajaran Inovatif dan Menyenangkan di BDR yang digelar Kompas.com dan Kelas Pintar, Senin (24/8/2020). 

Selain itu, peran orangtua dinilai Elizabeth sangat menentukan apakah pembelajaran berjalan dengan efektif dan menyenangkan atau sebaliknya.

Menurutnya, pemicu anak tak senang belajar di rumah karena orangtua kurang mampu memberikan pendampingan yang efektif sesuai dengan kebutuhan anak saat BDR. 

Karena itu, ia menyarankan agar para orangtua mendampingi anak selama BDR, tak sekadar supervisi. 

"Yang terjadi adalah orangtua bukan mendampingi namun supervisi, itu bikin anak-anak jadi gugup," katanya. 

Bila orangtua hanya supervisi, lanjut dia, umumnya orangtua hanya memastikan anak tetap belajar dan memberi teguran bila anak mulai kehilangan konsentrasi. 

Sebaliknya, bila orangtua memutuskan untuk mendampingi, maka orangtua juga terlibat dalam proses belajar anak, seperti memahami perasaan anak, menanyakan kesulitan yang dihadapi anak, hingga bersama dengan guru mencari solusi bagi anak.

Butuh komitmen guru dan orangtua

Elizabeth mengakui bahwa pandemi yang datang secara tiba-tiba membuat banyak pihak belum siap melakukan PJJ, sehingga banyak siswa yang merasa belajar dari rumah terasa tidak menyenangkan.

Ketidaksiapan itu bisa datang dari rumah maupun sekolah. Seperti keterbatasan gawai, internet, bahkan suasana rumah yang tidak kondusif. 

"Punya gadget dan internet namun yang ditonton tidak sesuai dengan materi belajar, maka belajar dari rumah juga tidak akan efektif," jelas Elizabeth 

Untuk itu, Elizabeth menuturkan bahwa siswa, orangtua, dan guru perlu menyadari bahwa mereka adalah "segi tiga emas" penentu kesuksesan belajar dari rumah. 

"Bila salah satu peran hilang, maka pembelajaran tak akan efektif," jelasnya. 

Orangtua, lanjut dia, harus memahami bahwa kondisi saat ini telah berubah, proses belajar di era "new normal" tidak sama dengan era "old normal". 

Saat "old normal", orangtua bisa menitipkan anaknya ke sekolah agar mendapatkan pembelajaran. Namun, di era "new normal", orangtua tidak bisa sekadar menitipkan dan menyerahkan pendidikan ke pihak sekolah.


Orangtua dan guru, kata dia, harus mulai berkolaborasi untuk menemukan metode pembelajaran yang membuat anak semangat belajar. 

Guru dan kepala sekolah perlu terus meningkatkan kemampuan untuk mencari metode pembelajaran efektif, baik itu BDR maupun bila sudah tatap muka. 

Misalnya untuk siswa SD dengan rentang konsentrasi yang sebentar, guru bisa memberikan pembelajaran online dengan beragam penyegaran agar anak tidak bosan, bisa berupa gerakan fisik yang singkat, menyenangkan dan diiringi lagu. 

Di akhir sesi Elizabeth berpesan, menemukan gaya belajar yang terbaik bagi anak memang cukup menantang. 

Sehingga, kata dia, orangtua maupun guru harus terus belajar menemukan beragam metode pembelajaran terbaik bagi anak, bisa dengan mencoba beragam aplikasi atau platform pembelajaran misalnya.

"Guru yang semangat anaknya juga semangat. Jangan putus asa dan selalu positive thinking," pungkasnya. 

Strategi Kelas Pintar untuk pembelajaran yang menyenangkan


Mengerti bahwa kehadiran guru tak bisa terganti, melainkan guru perlu didukung untuk dapat menyalurkan ilmu secara lebih interaktif dan menyenangkan selama DBR, Kelas Pintar memberi solusi manajemen kelas daring.

Head of Product, Academic and Technology Kelas Pintar Dedy Ariansyah dalam kesempatan yang sama mengatakan, Kelas Pintar bisa menjadi ruang kelas online yang memberi kemudahan bagi guru.

 "Kelas Pintar tidak pernah menggantikan peran guru. Guru ada bagian penting dari proses belajar, yang kita lakukan adalah mendukung guru agar bisa menyampaikan materi dengan cara yang lebih efektif dan menyenangkan," paparnya.

Ia pun menjelaskan sejumlah fitur yang disajikan Kelas Pintar yang dapat digunakan oleh guru dalam memberikan materi pelajaran hingga melakukan asesmen secara menyenangkan. 

Seperti Animasi Pelajaran, di mana materi disajikan dalam bentuk audio visual yang membuat membuat proses belajar lebih “hidup” dan tak membosankan. Lalu, ada Playhub yang menyajikan latihan soal dalam bentuk permainan game. 

Untuk mengukur pemahaman siswa, guru dapat menggunakan Tes Adaptif, yakni ujian yang menyajikan soal sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. 

"Di bank soal kita selalu siapkan ribuan soal dari soal mudah, soal sukar, secara otomatis akan merandom pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan siswa," imbuhnya. 

Selain itu, kelas pintar juga menyajikan pelajaran sesuai dengan gaya belajar visual, auditori, serta kinestetik. Serta beragam fitur lain yang dapat digunakan selama BDR.

 "Kelas Pintar selalu komit dengan tagline belajar menjadi menyenangkan dan berkualitas," papar Dedy. Guna menghemat kuota sekaligus memudahkan penggunaan melalui smartphone, lanjut dia, Kelas Pintar juga bisa diakses melalui aplikasi.

Sumber: Kompas

Comments

Popular posts from this blog

Sampling

This slides provide you:  1. the definition of sampling  2. sampling frame 3. determining the size of your sample  4. sampling procedure (Probability and non-probability)  Please follow/download the link for the Power Point Slides

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade...

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would ...