Oleh: Dion Ginanto
Akhir-akhir ini saya sering menjadi moderator dan pemateri acara webinar. Beberapa materi yang saya antar dan sampaikan selalu bermuara pada peran orangtua di saat adapatasi pandemi. Suatu topik yang selama ini jarang diperbincangkan.
Berbagai penelitian tentang peran orangtua di Indonesia mengungkapkan peran orangtua masih tergolong rendah.
Majzub dan Salim (2011) misalnya, melakukan penelitian pada enam sekolah TK/PAUD di Tangerang yang melibatkan 294 orangtua. Hasilnya, peran orang tua untuk pola asuh komunikasi, pendampingan belajar atau keputusan masih rendah.
Bukan hanya itu, penelitian lain dari Karsidi et al., 2013; Fitriah et al., 2013; Majzub & Salim, 2011 terungkap bahwa orangtua memahami perannya di sekolah adalah sebatas mengikuti rapat komite sekolah dan keikutsertaan membayar iuran dan sumbangan ke sekolah.
Artinya, ketika orang tua sudah membayar iuran dan sudah
mengikuti rapat, maka selesai sudah peran mereka dalam pendidikan anak
di sekolah. Padahal peran orang tua bukan hanya sekedar mengikuti rapat
dan membayar iuran komite.
Peran orangtua dan prestasi
Peran serta orangtua sudah terbukti efektif dalam meningkatkan prestasi siswa, meningkatkan karakter siswa, meningkatkan ketahanan siswa di sekolah, dan meningkatkan tingkat kelulusan siswa (Khalifa, 2012; Noguera, 2004; Epstein, 2009).
Peran orangtua juga dirasa sangat murah dibandingkan dengan kebijakan gonta-ganti kurikulum dan kebijakan pelatihan guru yang selama ini hanya terfokus pada pelatihan pembuatan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran), seperti yang gencar di lakukan pemerintah dulu hingga sekarang.
Padahal kalau kita mengikuti ajaran KH. Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan (rumah, sekolah, dan lingkungan) maka harusnya sekolah dapat bekerja sama dengan rumah bukan hanya sekadar mengikuti dan membayar uang komite. Harus lebih dari itu.
Seyogyanya pula, pemerintah harus memberi perhatian khusus pada pengikutsertaan orangtua dan masyarakat dalam pendidikan anak di sekolah secara real dan aplikatif.
Lalu bagaiamana peran orangtua di masa pandemi?
Covid-19
telah mengubah segalanya. Termasuk pada peran orangtua dalam pendidikan
anak. Sekolah yang selama ini tidak begitu melibatkan orangtua dalam
proses pendidikan anak, mulai berbenah, setahap demi setahap menjalin
komunikasi dan kolaborasi. Orangtua yang selama ini menganggap
keterlibatan pada pendidikan anak hanya sebatas iuran dan rapat komite,
mulai menyadari pentingya mendampingi pendidikan anak baik di rumah
maupun di sekolah. Sebaliknya, tidak sedikit pula keluhan di media
sosial yang menginginkan pemerintah kembali membuka sekolah.
Banyak ingin kembali sekolah
Beberapa
minggu yang lalu, sekolah kami menyebarkan survei kepada orangtua siswa
tentang apakah sekolah perlu kembali dibuka meski di tengah pandemi.
Secara mengejutkan sekolah kami mendapatkan respon tinggi, sebanyak 400
lebih orangtua (dari 500-an orangtua yang disebar angket) mengembalikan
respon survei.
Dari data survei didapati ada 70 persen orangtua
ingin kembali mengirimkan kembali anaknya ke sekolah, sementara hanya 30
persen orangtua menginginkan anak tetap belajar dari rumah.
Alasan orangtua sangat beragam, dari masalah listrik sering padam, sinyal internet hilang timbul, harga kuota internet cukup mahal, khawatir anak kecanduan gadget, hingga kasihan melihat anak stress dengan beban tugas/PR selalu menumpuk.
Senada dengan orang tua, respon siswa lebih mengejutkan, 90 persen siswa menginginkan kembali belajar tatap muka di sekolah.
Dari suara orangtua di sosial media dan hasil survei sekolah, mengindikasikan kemungkinan adanya sesuatu yang terputus antara sekolah dan rumah.
Tentu ini menjadi cambuk dan masukan bagi sekolah kami. Lampu kuning, agar sekolah kami terus berbenah. Karena jika hubungan guru dan orang tua baik, kolaborasi terjaga, serta komunikasi efektif dua arah, maka keluhan orangtua di rumah pasti akan berkurang.
Karena
sekali lagi, kunci sukses pendidikan menurut KH. Dewantara salah
satunya adalah penyeimbangan Tri Pusat Pendidikan. Artinya pendidikan
harus dilaksanakan seimbang di sekolah, di rumah, dan di lingkungan.
Selain itu, tiga ranah pendidikan ini harus terjalin komunikasi dan
kerjasama yang efektif.
3 tips bagi orangtua
Lalu bagaimana agar di masa pandemi ini kerjasama orangtua dan sekolah terjalin dengan efektif?
Ada beberapa peran yang orangtua dapat lakukan saat adaptasi pandemi.
Meminjam teori jenis-jenis penyertaan orang tua oleh Epstein (2009) maka setidaknya ada tiga jenis peran yang dapat dimaksimalkan: parenting, communicating, dan learning at home. Sementara volunteering, decision making, dan collaborating with the community mendapat porsi yang lebih kecil di era adaptasi pandemi.
1. Pola asuh
Parenting atau pola asuh adalah cara mendidik dan mengasuh anak (Epstein, 2009). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar putra-putrinya tetap mendapat level parenting yang terbaik, meski di era adaptasi pandemi.
Yang pertama, orangtua harus memastikan putra-putrinya dalam keadaan sehat dan mendapatkan nutrisi yang cukup, sehingga mereka dapat belajar dan berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan pembelajaran online.
Yang
kedua, orangtua harus menjadi pengawas penggunaan gawai secara
bijaksana. Orangtua dan anak harus membuat kesepakatan kapan menggunakan
gawai untuk belajar, dan kapan saatnya anak untuk tidak menggunakan.
Pembatasan, dapat juga diartikan tidak memberikan akses pada beberapa situs yang tidak layak dikunjungi anak.
Yang ketiga, adalah membatasi intensitas keluar rumah bagi anak. Ketika tidak ada keperluan yang benar-benar mendesak, maka sebaiknya benar-benar dihindari untuk keluar rumah.
Agar anak tidak stres karena tidak pernah bertemu teman sekolah, serta banyaknya tugas dan PR yang harus mereka kerjakan, maka orang ua sekali-kali harus dapat membawa anak untuk bermain dan berekreasi bersama.
Bermain tidak harus mahal dapat di lakukan di rumah misalnya bermain halma, ular tangga, atau domino. Dapat pula dilakukan di luar rumah seperti memancing, atau jalan-jalan di pinggiran sungai atau sawah yang intensitas kerumunan sangat sedikit.
2. Pendampingan belajar
Terkait kegiatan di mana orangtua mendampingi anak dalam belajar di rumah, ada beberapa hal dapat dilakukan orangtua: Pertama, tidak dapat dipungkiri bahwa masa belajar dari rumah ( BDR) orangtua harus dapat meng-upgrade diri baik urusan pelajaran putra-putrinya maupun urusan teknologi BDR.
Yang kedua, orangtua dapat menjadi motivator agar anak dapat mengikuti pembelajaran daring dengan semangat. Dari pengalaman saya dalam mendampingi anak saya untuk mengikuti pembelajaran daring, suami dan istri memang harus mampu bekerja sama dengan baik. Tidak boleh hanya istri saja yang berperan, namun suami sebagai ayah harus turun tangan secara aktif mendampingi anak dalam belajar. Ketika Ayah dan Bunda bersatu memberikan semangat pada putra-putrinya, mereka akan bangkit dan bersemangat kembali.
Yang ketiga, sering sekali orangtua merasa kewalahan dalam membantu pembelajaran anak di rumah. Jika memungkinkan, opsi memanggil tutor ke rumah adalah pilihan yang patut dipertimbangkan. Selain untuk menjaga agar pendidikan dan pengetahuan anak tetap terjaga, tutor dapat juga membantu anak agar mempunyai teman untuk sharing tentang permasalahan tugas dan pembelajaran online.
Namun,
tentu langkah ini tidak dapat dilakukan oleh semua keluarga, mengingat
tutor membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika tutor dirasa mahal,
maka orangtua dapat memberi opsi pembelajaran melalui TVRI dan RRI yang
selama masa pandemi memberikan layanan pembelajaran yang luar biasa.
Orangtua
adalah yang paling bertanggung jawab dalam menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan anak selama pembelajaran online. Tentu, sumber belajar ini
tidak melulu dari internet. Saat ini perpustakaan telah menjangkau
bahkan sampai ke desa-desa. Sesekali orang tua harus mengajak anak untuk
berkunjung ke perpustakaan daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, dan desa. Jika terkedala jarak, orangtua dapat mendorong
untuk dapat meminjam buku di perpustakaan nasional (aplikasi Ipusnas)
yang dapat meminjam e-book secara gratis, dan dapat dibaca ketika
offline. Masa pandemi ini memang menuntut kreativitas orang tua, hingga
menuntut sampai usaha pada titik yang paling tinggi.
3. Komunikasi
Langkah yang orang tua dapat lakukan dalam komunikasi adalah orangtua harus proaktif dalam menghubungi guru. Ketika guru belum membentuk paguyuban, orang tua harus mencari tahu nomor HP wali kelas, karena wali kelas adalah perwakilan sekolah yang paling mudah untuk dihubungi terkait pembelajaran daring.
Orang tua harus sesering mungkin bertanya atau berbagi informasi tentang perkembangan anak selama BDR. Selanjutnya, jika memungkinkan orang tua dapat pula menjalin kontak dengan sesama orang tua lainnya.
Jika perlu mengadakan pertemuan lewat Zoom dengan teman-teman sekolah. Karena bertemu dengan teman meskipun secara online, dapat meningkatkan semangat siswa yang mungkin sempat menurun.
Jika dirasa aman, dapat juga dilakukan kunjungan ke rumah agar silatirahmi dan sosialisasi anak tetap terjaga. Orangtua dan anak dapat sesekali ke sekolah untuk bertemu dengan guru, atau sekadar untuk berkunjung ke perpustakaan sekolah.
Karena, di hampir setiap sekolah, guru akan berotasi untuk piket, sehingga akan ada perwakilan tenaga pendidik di sekolah. Lalu bagaima jika orangtua dua-duanya bekerja di luar rumah? Dalam kasus ini, maka kita harus kembali pada budaya kita yakni gotong royong.
Dalam masa pandemi kita harus mampu memperoleh dukungan dari semua elemen. Kita bisa meminta tolong kakek, nenek, kakak, paman, tante, asisten rumah tangga, atau bahkan tetangga untuk mengawasi kegiatan anak selama orangtua bekerja di luar rumah. Akan tetapi, tidak harus terus menerus dititipkan pada orang yang sama.
Mungkin bisa bergantian antara
kakek/nenek, paman/bibi, kakak, atau tetangga. Tentu pola komunikasi
yang baik dan santun harus dijaga agar kita dapat memperoleh bantuan
dari orang-orang terdekat kita.
Hak belajar dan hak tetap sehat
Akhirnya, tidak ada satupun orangtua yang bahagia di masa pandemi. Dari hasil surveyi sekolah kami, hingga survei Kemendikbud, orang tua dan siswa menginginkan untuk kembali bersekolah.
Bahkan Mendikbud telah memberikan lampu hijau dan memberikan keleluasaan bagi daerah berstatus hijau dan kuning untuk membuka sekolah. Tentu kebijakan ini dikembalikan pada persetujuan pemerintah daerah dan orang tua. Benar pendidikan adalah penting, namun sekolah juga wajib memberikan hak pada setiap warganya untuk tetap sehat.
Saya menutup artikel ini dengan potongan kutipan yang saya dapat dari media sosial. Namun saya lupa siapa yang menuliskannya dan bagaimana redaksinya. Intinya adalah menderita dan bosan saat membimbing siswa di rumah tak sebanding dengan sakitnya melihat buah hati dirawat di rumah sakit karena Covid-19.
Terima kasih orangtua karena telah ikhlas dan gigih untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga pendidikan anak kita.
Telah dimuat di KOMPAS
Comments