Skip to main content

Terimakasih Farah: Mahasiswa Baru Malaysia Tiba di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

Bandara Sulthan Taha Jambi tidak seramai dua hari lalu saat kami menjemput mahasiswa asal Thailand. Kurang tahu pasti mengapa tidak begitu penuh sesak, apakah mungkin para penumpang sudah jengah dengan penerbangan sore yang selalu delay. Atau mungkin karena masih dalam suasana long weekend, sehingga masih malas untuk bepergian. Jika tidak ada beberapa Jemaah Umrah, mungkin malam itu hanya akan menyisakan beberapa orang di ruang tunggu penjemputan.

Saya dan Pak Ali Ubay, baru tiba di bandara pukul 8.15. Kami sudah belajar dari penerbangan Kamis lalu, setelah mahaiswa asal Thailand mendapatkan beberpa kali penundaan. Kami sudah mafhum, bahwa maskapai berwarna merah ini memang dari dulu hobinya tidak pernah berubah, delay. Dan, sore kemarin mereka juga mendapatkan delay, namun hanya satu jam saja.

“Pak, pesawat kami sudah landing.” Pesan yang dikirim Farah, mahasiswa senior yang mendampingi mahasiswa baru.

Saya yang sudah berada di sekitaran Beringin, memacu kendaraan lebih cepat.

“Sante be, kan mereka masih menunggu bagasi.” Ujar Pak Ubay.

Spontan saya pun langsung mengurangi kecepatan. Sempat panik, karena tidak lucu rasanya jika yang dijemput menunggu yang menjemput. Saya fikir betul juga, karena prosesi menunggu bagasi juga akan sedikit lama.

Sesampai di bandara, dua bus karyawan UIN STS Jambi sudah standby di parkiran. Beberapa mahasiswa semester akhir asal Malaysia juga sudah kelihatan berjejer rapi di depan pintu kedatangan. Karena penumpang pesawat tidak begitu sesak, pengambilan bagasi pun berlangsung begitu cepat. Hanya beberapa menit saja kami menunggu, mahasiswa asal Malaysia satu persatu keluar dari pintu kedatangan. Ada yang menarik koper secara manual, ada yang mendorong tas dengan troli, ada pula yang menenteng goody bag kecil dan boneka lucu.

Rasanya tidak ada yang lebih bisa membuat bahagia kecuali bertemu dengan keluarga baru. Mereka-mereka adalah mahasiswa transfer asal College Ma’had Alinsyaniyah (Manhal) dan Institut Pengajian Islam dan Dakwah Sabah (IPDAS). Mereka nanti akan berkuliah yang tersebar di Fakultas Syariah dan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.

Ada cerita menarik dari penjemputan mahasiswa kali itu. Adalah Farah, mahasiswa akhir sekaligus pengurus pada persatuan mahasiswa Malaysia bagian akademik. Karena mengetahui mahasiswa baru tidak ada dosen yang menyertai untuk terbang ke Jambi, ia sendirian melakukan perjalanan dari Jambi ke Pekanbaru, lalu terbang ke bandara Kuala Lumpur. Tujuannya hanya semata menjemput mereka di bandara KL, lalu memasitkan bahwa semua urusan penerbangan dan imigrasi tidak ada masalah.

“Mereka semua ni, belum pernah naik kapal terbang pak?”

“Jadi Farah ke Malaysia hanya ke bandara, terus putar balik ke Jambi lagi?” Saya penasaran.

“betul pak”.

“Bukannya kemarin sekalian pulang?” pak Ubay pun menimpali.

“Tak, pak. Di lapangan terbang saja. Tak ada masa nak balik ke rumah."

Saya dan pak Ubay mewakili institusi mengucapkan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya, karena militansi persatuan mahasiswa Malaysia yang ada di Jambi. Mereka sangat terorganisasi, hingga urusan menejmput mahasiswa inipun dimanage dengan baik, dengan mengutus satu pengurus untuk terbang ke Kuala Lumpur lalu kembali lagi ke Jambi.

Terimakasih Farah, dan selamat datang Mahasiswa Internasional Malaysia di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah 


Comments

Popular posts from this blog

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade...

The Legend of Putri Cermin Cina: Jambi Folklore (Narrative Text)

Image:  kebuncerita.co.uk Long time ago, there was a kingdom in Jambi that was ruled by a king named Sultan Mambang Matahari. Sultan Mambang Matahari had a son named Tuan Muda Selat and a daughter named Putri Cermin Cina. The son of the king was handsome but he was such a reckless boy while the daughter is beautiful. She had a white skin like a Chinese girl and because of the skin she had then she was call “Putri Cermin Cina”. One day, a well-known merchant visited the kingdom. That merchant name was Tuan Muda Senaning. He and his crews visited the kingdom because they had some trade business. The arrival of Tuan muda Senaning was welcome kindly by the king. The king then welcomed Tuan Muda Senaning with a banquette. Together with his son and his daughter, the king asked Tuan muda Senaning to enjoy the serve. When had their serve, Tuan Muda Senaning looked Putri Cermin Cina and at his first sight, he then felt in love with Putri Muda Cina. Then, he directly expressed what he felt ...

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would ...