Dion Ginanto
Dalam
dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Departemen Pendidikan
Nasional juga secara teratur melakukan evaluasi terhadap peraturan yang berkait
dengan kurikulum.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar
semakin lama semakin maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam suati
instansi pendidikan tetap mempertahankan kurukulum lama; hal ini dikhwatirkan
akan mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan
sekolah-sekolah yang lain.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang begitu pesat. Sementara di sisi lain,
prioritas kebijakan nasional ikut berubah. Begitu pun pola pembiayaan
pendidikan serta kondisi sosial, termasuk perubahan pada tuntutan profesi serta
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Semua itu ikut memberikan dorongan bagi
penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi,
dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.
Di
dalam proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat yang sangat
penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses
pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan
dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
1.
Kurikulum Tahun 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Awalnya
pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam
semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development
conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
2.
Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran 1947)
Setelah
Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
3.
Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
4.
Kurikulum 1968 (Rencana Pendidikan 1968)
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum
1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya
adalah berorientasi pada tujuan : (1) Menganut pendekatan integrative dalam
arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada
tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integrative; (2) Menekankan kepada
efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu; (3) Menganut pendekatan
sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan
yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa; (4)
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum
1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang
umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan
politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum
1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum
1975 oleh kurikulum 1984.
6.
Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
Ciri-Ciri
umum dari Kurikulum CBSA adalah: (1) Berorientasi pada tujuan instruksional;
(2) Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA); (3) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB); (4) Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi
tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta
didik; (5) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru
kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat
peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang
dipelajarinya.
7.
Kurikulum 1994
Ciri-Ciri
Umum Kurikulum 1994: (1) Perubahan dari semester ke Caturwulan (Cawu); (2) Dari
pola pengajaran berorientasi TEORI belajar mengajar menjadi beroreintasi pada
MUATAN (Isi); (3) Bersifa populis yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar; (4) Dalam
pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada
jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban),
dan penyelidikan.
8.
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK))
Setelah
sekian tahun lamanya pemerintah tidak menukar kurikulum, pada tahun 2004
pemerintah kembali merombak dan memberi nama kurikulum baru dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Adapun kurikulum KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·
Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal.
·
Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
·
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
·
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
·
Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
9.
Kurikulum 2006 (KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Belum
lagi secara penuh guru memahami ap aitu KBK, pemerintah secara mengejutkan
kembali mengganti kurikulum di tanah air dengan yang baru dengan nama KTSP. Secara
substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih
kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah
subject matter), yaitu:
·
Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal.
·
Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
·
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
·
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
·
Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat
perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya
(versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana
pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai
dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar,
kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
10.
Kurikulum 2013 atau K-13
Lagi-lagi
pemerintah belum puas dengan perubahan kurikulum dari KBK ke KTSP. Selanjutnya pemerintah
memberlakukan perubahan kurikulum yang kemudian diberi nama: K-13. Adapun ciri-ciri
Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
·
Mewujudkan pendidikan berkarakter,
dintadai dengan adanya Kompetensi 1 (KI 1 Kompetensi Spriritual) dan KI 2 (Kompetensi
Sosial).
·
Menciptakan peserta didik yang mampu
berfikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) untuk menghadapi tantangan
abad 21.
·
Sistem
belajar tuntas. Dengan kata lain, perserta didik tidak boleh melanjutkan materi
selanjutnya sebelum dinyatakan tuntas pada materi sebelumnya.
·
Menggunakan teknik penilaian bervariasi:
tertulis, lisan, produk, protofolio, proyek, unjuk kerja, pengamatan dan
penilaian diri.
·
Kurikulum berdasarkan pada standar
kompetensi lulusan (SKL) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Hingga
saat ini belum ada tanda-tanda akan adanya pergantian kurikulum. Namun jika
diobservasi dari kebrakan kebijakan pendidikan oleh Menteri Nadiem Makarim di
antaranya: meniadakan Ujian Nasional, Ujian sekolah berfungsi untuk bahan
evaluasi sehingga di adakan di pertangahan semester (bukan di akhir), penekanan
pada big data, serta kebijakan merdeka belajar; semuanya mengarah pada pergantian
kurikulum. Atau paling tidak ada sedikit revisi atau penyesuaian pada kurikulum
2013.
Pergantian
kurikulum adalah suatu keniscayaan yang harus diberlakukan untuk mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku dan metode pengajaran
yang setiap saat terus berkembang. Untuk menyikapi pergantian kurikulum maka
yang harus disiapkan adalah: Kesiapan dari guru itu sendiri (apapun kurikulumya
apabila guru memahami akan esensi dari kurikulum maka tidak akan terjadi
permasalahan), kesiapan sekolah, kesiapan pemerintah dan kesiapan stake
holder pendidikan. Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pencerahan
tentang kurikulum di Indonesia, sehingga dapat lebih menimbulkan kearifan dalam
proses belajar-mengajar.
Comments