MENDIKNAS BARU, HARAPAN BARU
Oleh: DION EPRIJUM GINANTO, S.Pd
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono telah melantik Kabinet Indonesia Bersati Jilid 2. Tentunya seluruh bangsa Indonesia sudah tidak sabar lagi menantikan gebrakan baru pada Kabinet ini. Presiden dan wakil yang dalam masa pemilihan menteri merasa kesulitan karena terus mendapatkan tekana dari pihak parpol peserta kolaisi dan juga dari tim sukses, namun akhirnya dapat menyusun kabinet yang akan melayani bangsa Indonesia selam lima tahun ke depan.
Kita semua berharap, agar Presiden dan wakil tidak salah pilih dalam menempatkan figur ke pos-pos mentri. Karena jika terjadi salah pilih, maka akan berimbas pada nasib bangsa selama lima tahun. Selain itu, harapan agar para menteri meskipun dari partai politik maupun tim sukses untuk bekerja secara ikhlas, dan lebih mementingkan kepentingan Negara akan selalu dinantikan bangsa ini.
Harapan Untuk Mendiknas Baru
Dunia pendidikan saat ini juga menantikan pemimpin baru yang dapat sekiranya mereformasi sitem pendidikan Indonesia. Banyak sekali PR baru bagi menteri pendidikan yang akan menjabat pada periode 2009 s.d 2014. Posisi Mendiknas adalah posisi yang selama ini menjadi sorotan umum dan sering kali mendapatkan kritik tajam dari berbagai kalangan terkait dengan kebijakan-kebijakan pendidikan yang kurang berhasil.
Tentunya posisi menteri pendidikan adalah dianggap sebagai lahan basah bukan hanya bagi kalangan professional, namun banyak juga dari kalangan parpol yang mengincar posisi ini. Terlepas dari niatan luhur mereka untuk memberikan alur dan haluan baru pada induk penentu kemajuan bangsa ini; rakyat selalu berharap siapapun yang akan menjadi menteri pendidikan nasional ke depan harus mampu memberikan perbaikan-perbaikan signifikan dan total, demi mengejar ketertinggalan mutu SDM bangsa Indonesia.
Ada beberepa Pekerjaan Rumah (PR) untuk menteri pendidikan nasional yang mau tidak mau harus sesegera mungkin dijadikan prioritas utama pada program 100 hari Mendiknas. Beberapa agenda terdekat yang harus dilakukan menteri pendidikan nasional yang baru adalah:
a. Reformasi sistem Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional (UAN) saat ini menjadi momok dan musuh dalam selimut dalam sistem pendidikan nasional. Pasalnya UN yang dijadikan dalih bagi mendiknas sebagai alat ukur keberhasilan dan ketercapaian mutu pendidikan nasional, dalam pelaksanaanya banyak yang mengakui jauh dari KEJUJURAN. Mungkin Mendiknas saat itu Prof. Dr. Bambang Sudibyo tidak mengetahui apa fakta yang terjadi di lapangan, karena memang tidak mau terjun ke lapangan. Apa yang diketahui mendiknas saat itu adalah laporan, bahwa tahun 2009 UN sangat berhasil, terbukti dengan banyaknya sekolah di Indonesia yang mampu meluluskan 100 % peserta didiknya. Ditambah lagi dengan meningkatnya nilai UN pada mata pelajaran yang dahulunya sangat sulit utntuk sekedar menembus angka lima.
Namun pada UN kali ini, secara mengejutkan sekolah-sekolah yang letaknya di pelosok dan terpencil sekalipun mampu meraih angka delapan bahkan sembilan untuk mata pelajaran Matematika. Hal ini tentunya di luar pikiran sehat manusia, betapa tidak; mata pelajaran Matematika yang dahulunaya hanya mampu bertengger di angka 5 untuk skor maksimal, namun saat ini berubah seratus delapan puluh derajat.
Guswan menuliskan dalam artikel di blognya bahwa UN dikatakan telah meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pernyataan tersebut boleh dikatakan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Apabila yang menjadi indikator adalah nilai rata-rata mata pelajaran yang di-UN-kan, maka memang benar telah terjadi peningkatan. Namun demikian, ada hal yang dilupakan atau terlupakan yaitu proses dalam memperoleh nilai-nilai tersebut. Sudah tidak terhitung lagi pengungkapan beragam kecurangan selama pelaksanaan UN di media massa baik cetak maupun elektronik.
Harapan baru untuk mendiknas adalah sebisa mungkin untuk mereformasi sistem UN, agar tidak lagi menjadi standar/alat kelulusan bagi siswa. UN ke depan fungsinya adalah lebih pada sebagai acuan kualitas pendidikan semata. Kalau kita mencermati Kurikulm KTSP, seyogyanya pemerintah tidak lagi menjadikan UN sebagai alat kelulusan. Karena dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Satuan Pendidikan (Sekolah) itu sendiri yang menentukan dan membuat kurikulumnya sendiri. Maka Sekolah tersebutlah yang berhak untuk menentukan alat ukur kelulusan siswa. Dengan demikian, kecurangan yang dilakukan secara berjamaah di seluruh Indonesia dapat dihentikan, untuk kemudian dapat menatap sistem pendidikan yang jujur, berwibawa dan bermartabat.
b. Meningkatkan Mutu Pendidik
Telah banyak sekali tulisan dan ungkapan bahwa guru adalah ujung tombak penentu kemajuan pendidikan. Semakin bagus kualitas guru, semakin baguslah kualitas pendidikan di negeri ini. Ada beberapa langkah strategis untuk meningkatkan mutu guru di antaranya:
1. Meningkatkan volume dan mutu Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Meningkatkan volume diklat ditujukan untuk memeratakan kesempatan untuk mengikuti pelatihan. Karena kondisi yang terjadi saat ini adalah hanya guru-guru senior dari itu ke itu saja yang dikirim oleh kepala sekolah untuk mengikuti diklat, sementara guru-guru junior atau honorer selalu lupa untuk dikirim mengikuti pelatihan.
Meningkatkan mutu ditujukan agar diklat yang selama ini dilakukan dapat dirubah polanya. Diklat yang biasanya dilakukan hanya untuk menghabiskan anggaran pendidikan, ke depannya harus dibuat disain yang lebih mantap. Pembicara diklat sebisa mungkin untuk tidak didatangkan dari pengawas sekolah atau tim widyaswara belaka, namun lebih kepada trainer-trainer yang berpengalaman, dan jika perlu untuk memberikan guru yang berprestasi dan mempunyai kaalifikasi tinggi untuk dijadikan sebagai pemateri (trainer). Karena kondisi di lapangan saat ini, ketika pembicara membawakan materi metode pengajaran (misalnya dengan menggunakan peralatan teknologi), namun sang pemateri tidak mampu mengoperasikan komputer dan LCD dalam menampilakan materi melalui power point, dll.
2. Memberikan kesempatan kepada Guru untuk Melanjutkan Studi (S-2)
Kesempatan untuk melanjutkan studi bagi guru adalah kesempatan berharga dan selalu dinantikan bagi guru-guru di Indonesia. Karena di era global seperti saat ini, banyak sekali perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang hanya didapat jika guru mengupdate ilmunya. Salah satu cara agar guru selalu terpicu untuk hal tersebut adalah dengan melanjutkan studi magisternya. Memberikan kesempatan melalui pemberian beasiswa kepada guru yang mempunyai prestasi dan kemauan untuk belajar, dinilai sebagai langkah strategis untuk kemajuan pendidikan. Jika selama ini beasiswa pendidikan lebih banyak difokuskan kepada dosen saja, maka ke depan Mendiknas harus mulai memikirkan beasiswa S-2 untuk guru.
c. Peningkatan kesejahteraan Guru (Khusunya untuk Guru Honorer)
Agenda terdekat Mendiknas baru yang selanjutnya adalah peningkatan kesejahteraan guru. Hal ini bukan berarti guru mengejar materi atau kekayaan, namun lebih kepada imbal jasa dari pemerintah kepada guru atas jeri payah yang dilakukan dalam mendidik putra-putri pertiwi. Kesejahteraan guru terutama bagi guru honorer masih sangat memprihatinkan, sudahlah gajinya kecil terkadang gaji tersebut diterima per tri wulan. Berarti selama tiga bulan sang guru honorer harus rela berhutang demi membuat dapurnya berasap. Jika selama ini permirintah telah menaikkan gaji guru untuk PNS, maka Mendiknas baru harus berani mendesak anggota dewan pusat dan atau daerah untuk memberikan alokasi tambahan untuk gaji guru honorer. Jika, gaji guru honorer dan guru PNS sudah seimbang maka, tidak akan ada lagi kesenjangan sosial di lingkungan sekolah.
d. Peningkatan Kualitas Infrastruktur
Mendikas baru juga tidak boleh melupakan bidang infrastruktur. Karena proses belajar mengajar hanya akan berjalan dengan lancar, apabila didukung dengan fasilitas saranan dan prasarana yang memadai. Selama lima puluh tahunan lebih bangsa Indonesia telah merdeka, namun kita masih sering jumpai gedung sekolah yang bocor, diding yang sudah pecah, lantai yang sudah hancur, meja yang kehilangan kaki, kelas yang tak berjendela dan berpintu, dll.
Menteri Pendidikan Nasional yang akan membantu SBY-Boediono, haruslah berani mengambil terobosan baru. Hanya sosok menteri yang berani mengambil kebijakanlah yang akan mampu memperbaiki infrastruktur sekolah di Indonesia.
e. Meningkatkan Moral Generasi Muda
Moral generasi muda yang saat ini mulai terdegradasi, harus menjadi PR tersendiri bagi Menteri Pendidikan yang baru. Sosok pemimpin yang beriwaba dan bermoral, pasti akan mampu membenahi sistem pendidikan nasional. Pendidikan bermakana memberikan didikan kepada siswa dan bukan sekedar mengajari ilmu namun lebih memberikan bekal pola bertingkah laku yang bermoral dan berakhlakul karimah. Moral bangsa ini hanya bisa diprebaiki dengan pendidikan, tentunya sistem pendidikan yang mempunyai aturan yang jelas yang akan mampu membenahi moral mereka. Mendiknas harus dapat bekerja sama dengan menteri Agama, agar dapat seiring sejalan dalam memberikan ajaran keagamaan. Mendiknas harus juga berani memberikan teguran kepada stasiun televisi dan situs-situs internet yang akhir-akhir ini memberikan tayangan dan tulisan yang tidak mendidik, dan terkesan merusak moral anak muda.
f. Memberikan Konsep yang Jelas tentang Sekolah Gratis
Konsep sekolah gratis yang selalu rame diiklankan pemerintah di televisi rupanya sering diartikan lain oleh masyarakat. Masyarakat tahunya anak-anak mereka tidak akan lagi dipungut biaya ketika berada di bangku sekolah. Padahal dalam UU disebutkan bahwa sekolah dan masyarakat harus bekerja sama dalam membangun pendidikan di daerah masing-masing. Namun, setelah adanya iklan Sekolah gratis, masyarakat tidak lagi bersedia meberikan sumbangan untuk pembangunan sekolah, dengan dalih Indonesia sudah punya 20 % anggaran untuk pendidikan.
Ke depan, agar tidak terjadi salah pengertian antara masyarakat dan pihak sekolah, Kementrian pendidikan nasional harus dapat meberikan sosialisasi yang gamblang tentang apa itu sekolah gratis. Karena dalam prakteknya, pemerintah terkesan tidak benar-benar siap dalam melakukan program ini, terbukti masih banyak biaya-biaya pendidikan yang masih dibebankan pada sekolah dan masyarakat (komite sekolah).
g. Perbaikan Kualitas Kepala Dinas di Propinisi dan Kabupaten Kota
Apalah arti menteri pendidikan yang bagus, apabila bawahannya dalam hal ini pelaksana lapangan tidak mempunyai kulitas yang tinggi. Tidak dapat dipingkiri bahwa, masih banyak pejabat di lingkungan pendidikan nasional di Indoneisa dalam perekrutannya menggunakan sistem Nepotisme dan Kolusi. Tidak heran jika, dalam pelaksanaan UN beberapa bulan yang lalu banyak kecurangan yang tidak terungkap, karena ada indikasai bahwa kecurangan-kecrangan tersebut malahan diperintahkan oleh kepada dinas yang ada di Provinsi dan Kabupaten seluruh Indonesia. Imbasnya, kepala sekolah tidak dapat berbuat banyak karena mendapat tekanan dari atasannya. Kepala sekolahpun kemudian memerintahkan kepada guru-guru untuk menjadi tim sukses dalam menghadapi UN.
Sekali lagi, sebagus apapun menteri pendidikan di Indonesia, jika tidak dibarengi dengan kulaitas pelaksana di lapangan maka semua akan sia-sia. Memang pada dasarnya kepala dinas pendidikan provisi dan kabupaten tidak ditunjuk oleh menteri, melainkan oleh gubernur/bupati/walikota, namun menteri pendidikan dalam hal ini bisa memberikan pelatihan demi untuk meningkatkan kualitas kejujuran dan profesionalisme para pejabat eselon Pendidikan di Provinsi dan kabupaten kota.
Majulah pendidikan Indonesia, kami yakin HARAPAN ITU MASIH ADA. Selama ada kemauan dan tekat bulat dari kita semua maka pendidikan Indonesia selangkah demi selangkah akan sejajar dengan kualitas pendidikan Negara lain. Selamat kepada Menteri pendidikan yang terpilih, semoga dapat menjalankan amanah selama lima tahun ke depan dengan ikhlas dan penuh rasa tanggung jawab.
*) Penulis adalah Guru Bahasa Inggris di SMA N 9 BATANG HARI dan MAS Darussalam Jangga Baru, Batang Hari
Oleh: DION EPRIJUM GINANTO, S.Pd
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono telah melantik Kabinet Indonesia Bersati Jilid 2. Tentunya seluruh bangsa Indonesia sudah tidak sabar lagi menantikan gebrakan baru pada Kabinet ini. Presiden dan wakil yang dalam masa pemilihan menteri merasa kesulitan karena terus mendapatkan tekana dari pihak parpol peserta kolaisi dan juga dari tim sukses, namun akhirnya dapat menyusun kabinet yang akan melayani bangsa Indonesia selam lima tahun ke depan.
Kita semua berharap, agar Presiden dan wakil tidak salah pilih dalam menempatkan figur ke pos-pos mentri. Karena jika terjadi salah pilih, maka akan berimbas pada nasib bangsa selama lima tahun. Selain itu, harapan agar para menteri meskipun dari partai politik maupun tim sukses untuk bekerja secara ikhlas, dan lebih mementingkan kepentingan Negara akan selalu dinantikan bangsa ini.
Harapan Untuk Mendiknas Baru
Dunia pendidikan saat ini juga menantikan pemimpin baru yang dapat sekiranya mereformasi sitem pendidikan Indonesia. Banyak sekali PR baru bagi menteri pendidikan yang akan menjabat pada periode 2009 s.d 2014. Posisi Mendiknas adalah posisi yang selama ini menjadi sorotan umum dan sering kali mendapatkan kritik tajam dari berbagai kalangan terkait dengan kebijakan-kebijakan pendidikan yang kurang berhasil.
Tentunya posisi menteri pendidikan adalah dianggap sebagai lahan basah bukan hanya bagi kalangan professional, namun banyak juga dari kalangan parpol yang mengincar posisi ini. Terlepas dari niatan luhur mereka untuk memberikan alur dan haluan baru pada induk penentu kemajuan bangsa ini; rakyat selalu berharap siapapun yang akan menjadi menteri pendidikan nasional ke depan harus mampu memberikan perbaikan-perbaikan signifikan dan total, demi mengejar ketertinggalan mutu SDM bangsa Indonesia.
Ada beberepa Pekerjaan Rumah (PR) untuk menteri pendidikan nasional yang mau tidak mau harus sesegera mungkin dijadikan prioritas utama pada program 100 hari Mendiknas. Beberapa agenda terdekat yang harus dilakukan menteri pendidikan nasional yang baru adalah:
a. Reformasi sistem Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional (UAN) saat ini menjadi momok dan musuh dalam selimut dalam sistem pendidikan nasional. Pasalnya UN yang dijadikan dalih bagi mendiknas sebagai alat ukur keberhasilan dan ketercapaian mutu pendidikan nasional, dalam pelaksanaanya banyak yang mengakui jauh dari KEJUJURAN. Mungkin Mendiknas saat itu Prof. Dr. Bambang Sudibyo tidak mengetahui apa fakta yang terjadi di lapangan, karena memang tidak mau terjun ke lapangan. Apa yang diketahui mendiknas saat itu adalah laporan, bahwa tahun 2009 UN sangat berhasil, terbukti dengan banyaknya sekolah di Indonesia yang mampu meluluskan 100 % peserta didiknya. Ditambah lagi dengan meningkatnya nilai UN pada mata pelajaran yang dahulunya sangat sulit utntuk sekedar menembus angka lima.
Namun pada UN kali ini, secara mengejutkan sekolah-sekolah yang letaknya di pelosok dan terpencil sekalipun mampu meraih angka delapan bahkan sembilan untuk mata pelajaran Matematika. Hal ini tentunya di luar pikiran sehat manusia, betapa tidak; mata pelajaran Matematika yang dahulunaya hanya mampu bertengger di angka 5 untuk skor maksimal, namun saat ini berubah seratus delapan puluh derajat.
Guswan menuliskan dalam artikel di blognya bahwa UN dikatakan telah meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pernyataan tersebut boleh dikatakan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Apabila yang menjadi indikator adalah nilai rata-rata mata pelajaran yang di-UN-kan, maka memang benar telah terjadi peningkatan. Namun demikian, ada hal yang dilupakan atau terlupakan yaitu proses dalam memperoleh nilai-nilai tersebut. Sudah tidak terhitung lagi pengungkapan beragam kecurangan selama pelaksanaan UN di media massa baik cetak maupun elektronik.
Harapan baru untuk mendiknas adalah sebisa mungkin untuk mereformasi sistem UN, agar tidak lagi menjadi standar/alat kelulusan bagi siswa. UN ke depan fungsinya adalah lebih pada sebagai acuan kualitas pendidikan semata. Kalau kita mencermati Kurikulm KTSP, seyogyanya pemerintah tidak lagi menjadikan UN sebagai alat kelulusan. Karena dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Satuan Pendidikan (Sekolah) itu sendiri yang menentukan dan membuat kurikulumnya sendiri. Maka Sekolah tersebutlah yang berhak untuk menentukan alat ukur kelulusan siswa. Dengan demikian, kecurangan yang dilakukan secara berjamaah di seluruh Indonesia dapat dihentikan, untuk kemudian dapat menatap sistem pendidikan yang jujur, berwibawa dan bermartabat.
b. Meningkatkan Mutu Pendidik
Telah banyak sekali tulisan dan ungkapan bahwa guru adalah ujung tombak penentu kemajuan pendidikan. Semakin bagus kualitas guru, semakin baguslah kualitas pendidikan di negeri ini. Ada beberapa langkah strategis untuk meningkatkan mutu guru di antaranya:
1. Meningkatkan volume dan mutu Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Meningkatkan volume diklat ditujukan untuk memeratakan kesempatan untuk mengikuti pelatihan. Karena kondisi yang terjadi saat ini adalah hanya guru-guru senior dari itu ke itu saja yang dikirim oleh kepala sekolah untuk mengikuti diklat, sementara guru-guru junior atau honorer selalu lupa untuk dikirim mengikuti pelatihan.
Meningkatkan mutu ditujukan agar diklat yang selama ini dilakukan dapat dirubah polanya. Diklat yang biasanya dilakukan hanya untuk menghabiskan anggaran pendidikan, ke depannya harus dibuat disain yang lebih mantap. Pembicara diklat sebisa mungkin untuk tidak didatangkan dari pengawas sekolah atau tim widyaswara belaka, namun lebih kepada trainer-trainer yang berpengalaman, dan jika perlu untuk memberikan guru yang berprestasi dan mempunyai kaalifikasi tinggi untuk dijadikan sebagai pemateri (trainer). Karena kondisi di lapangan saat ini, ketika pembicara membawakan materi metode pengajaran (misalnya dengan menggunakan peralatan teknologi), namun sang pemateri tidak mampu mengoperasikan komputer dan LCD dalam menampilakan materi melalui power point, dll.
2. Memberikan kesempatan kepada Guru untuk Melanjutkan Studi (S-2)
Kesempatan untuk melanjutkan studi bagi guru adalah kesempatan berharga dan selalu dinantikan bagi guru-guru di Indonesia. Karena di era global seperti saat ini, banyak sekali perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang hanya didapat jika guru mengupdate ilmunya. Salah satu cara agar guru selalu terpicu untuk hal tersebut adalah dengan melanjutkan studi magisternya. Memberikan kesempatan melalui pemberian beasiswa kepada guru yang mempunyai prestasi dan kemauan untuk belajar, dinilai sebagai langkah strategis untuk kemajuan pendidikan. Jika selama ini beasiswa pendidikan lebih banyak difokuskan kepada dosen saja, maka ke depan Mendiknas harus mulai memikirkan beasiswa S-2 untuk guru.
c. Peningkatan kesejahteraan Guru (Khusunya untuk Guru Honorer)
Agenda terdekat Mendiknas baru yang selanjutnya adalah peningkatan kesejahteraan guru. Hal ini bukan berarti guru mengejar materi atau kekayaan, namun lebih kepada imbal jasa dari pemerintah kepada guru atas jeri payah yang dilakukan dalam mendidik putra-putri pertiwi. Kesejahteraan guru terutama bagi guru honorer masih sangat memprihatinkan, sudahlah gajinya kecil terkadang gaji tersebut diterima per tri wulan. Berarti selama tiga bulan sang guru honorer harus rela berhutang demi membuat dapurnya berasap. Jika selama ini permirintah telah menaikkan gaji guru untuk PNS, maka Mendiknas baru harus berani mendesak anggota dewan pusat dan atau daerah untuk memberikan alokasi tambahan untuk gaji guru honorer. Jika, gaji guru honorer dan guru PNS sudah seimbang maka, tidak akan ada lagi kesenjangan sosial di lingkungan sekolah.
d. Peningkatan Kualitas Infrastruktur
Mendikas baru juga tidak boleh melupakan bidang infrastruktur. Karena proses belajar mengajar hanya akan berjalan dengan lancar, apabila didukung dengan fasilitas saranan dan prasarana yang memadai. Selama lima puluh tahunan lebih bangsa Indonesia telah merdeka, namun kita masih sering jumpai gedung sekolah yang bocor, diding yang sudah pecah, lantai yang sudah hancur, meja yang kehilangan kaki, kelas yang tak berjendela dan berpintu, dll.
Menteri Pendidikan Nasional yang akan membantu SBY-Boediono, haruslah berani mengambil terobosan baru. Hanya sosok menteri yang berani mengambil kebijakanlah yang akan mampu memperbaiki infrastruktur sekolah di Indonesia.
e. Meningkatkan Moral Generasi Muda
Moral generasi muda yang saat ini mulai terdegradasi, harus menjadi PR tersendiri bagi Menteri Pendidikan yang baru. Sosok pemimpin yang beriwaba dan bermoral, pasti akan mampu membenahi sistem pendidikan nasional. Pendidikan bermakana memberikan didikan kepada siswa dan bukan sekedar mengajari ilmu namun lebih memberikan bekal pola bertingkah laku yang bermoral dan berakhlakul karimah. Moral bangsa ini hanya bisa diprebaiki dengan pendidikan, tentunya sistem pendidikan yang mempunyai aturan yang jelas yang akan mampu membenahi moral mereka. Mendiknas harus dapat bekerja sama dengan menteri Agama, agar dapat seiring sejalan dalam memberikan ajaran keagamaan. Mendiknas harus juga berani memberikan teguran kepada stasiun televisi dan situs-situs internet yang akhir-akhir ini memberikan tayangan dan tulisan yang tidak mendidik, dan terkesan merusak moral anak muda.
f. Memberikan Konsep yang Jelas tentang Sekolah Gratis
Konsep sekolah gratis yang selalu rame diiklankan pemerintah di televisi rupanya sering diartikan lain oleh masyarakat. Masyarakat tahunya anak-anak mereka tidak akan lagi dipungut biaya ketika berada di bangku sekolah. Padahal dalam UU disebutkan bahwa sekolah dan masyarakat harus bekerja sama dalam membangun pendidikan di daerah masing-masing. Namun, setelah adanya iklan Sekolah gratis, masyarakat tidak lagi bersedia meberikan sumbangan untuk pembangunan sekolah, dengan dalih Indonesia sudah punya 20 % anggaran untuk pendidikan.
Ke depan, agar tidak terjadi salah pengertian antara masyarakat dan pihak sekolah, Kementrian pendidikan nasional harus dapat meberikan sosialisasi yang gamblang tentang apa itu sekolah gratis. Karena dalam prakteknya, pemerintah terkesan tidak benar-benar siap dalam melakukan program ini, terbukti masih banyak biaya-biaya pendidikan yang masih dibebankan pada sekolah dan masyarakat (komite sekolah).
g. Perbaikan Kualitas Kepala Dinas di Propinisi dan Kabupaten Kota
Apalah arti menteri pendidikan yang bagus, apabila bawahannya dalam hal ini pelaksana lapangan tidak mempunyai kulitas yang tinggi. Tidak dapat dipingkiri bahwa, masih banyak pejabat di lingkungan pendidikan nasional di Indoneisa dalam perekrutannya menggunakan sistem Nepotisme dan Kolusi. Tidak heran jika, dalam pelaksanaan UN beberapa bulan yang lalu banyak kecurangan yang tidak terungkap, karena ada indikasai bahwa kecurangan-kecrangan tersebut malahan diperintahkan oleh kepada dinas yang ada di Provinsi dan Kabupaten seluruh Indonesia. Imbasnya, kepala sekolah tidak dapat berbuat banyak karena mendapat tekanan dari atasannya. Kepala sekolahpun kemudian memerintahkan kepada guru-guru untuk menjadi tim sukses dalam menghadapi UN.
Sekali lagi, sebagus apapun menteri pendidikan di Indonesia, jika tidak dibarengi dengan kulaitas pelaksana di lapangan maka semua akan sia-sia. Memang pada dasarnya kepala dinas pendidikan provisi dan kabupaten tidak ditunjuk oleh menteri, melainkan oleh gubernur/bupati/walikota, namun menteri pendidikan dalam hal ini bisa memberikan pelatihan demi untuk meningkatkan kualitas kejujuran dan profesionalisme para pejabat eselon Pendidikan di Provinsi dan kabupaten kota.
Majulah pendidikan Indonesia, kami yakin HARAPAN ITU MASIH ADA. Selama ada kemauan dan tekat bulat dari kita semua maka pendidikan Indonesia selangkah demi selangkah akan sejajar dengan kualitas pendidikan Negara lain. Selamat kepada Menteri pendidikan yang terpilih, semoga dapat menjalankan amanah selama lima tahun ke depan dengan ikhlas dan penuh rasa tanggung jawab.
*) Penulis adalah Guru Bahasa Inggris di SMA N 9 BATANG HARI dan MAS Darussalam Jangga Baru, Batang Hari
Comments