Skip to main content

Student Centered Learning sebagai Alternatif Pendekatan Pembelajaran pada Siswa SMA

Student Centered Learning sebagai Alternatif Pendekatan Pembelajaran pada Siswa SMA
Oleh: Dion Efrijum Ginanto, S.Pd

Pendidikan adalah faktor terpenting dalam upaya mewujudkan pembangunan di segala bidang. Tanpa pendidikan yang baik, maka tidak akan terlahir generasi yang nantinya akan membawa negara ini menuju kejayaan. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus kooperatif dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional. Adapun tujuan dari pendidikan nasional pada hakekatnya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU RI No. 20 Tahun 2003)
Tujuan pendidkan di antaranya adalah untuk menciptakan peserta didik yang berilmu, cakap dan kreatif. Untuk mewujudkan ketiga aspek ini salah satunya adalah dengan memberikan metode pembelajaran yang tepat. Adapun salah satu pendekatan dirasa tepat untuk mewujudkan ketiga hal tersebut adalah dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL). Dengan prinsip dasar keaktifan dan kekreatifitasan dalam proses belajar mengajar, serta tidak lagi menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu; ini akan membuat siswa semakin percaya diri untuk menjadi lebih aktif, kreatif dan berilmu.
Student Centered Learning (SCL) atau Pembelajaran Berpusat pada Siswa adalah sebuah metode di mana siswa sebagai pusat pembelajaran. Jika selama ini guru berfungsi sebagai pusat pemberi ilmu, namun dalam SCL proses pendidikan harus melibatkan siswa dan tidak lagi terpaku hanya kepada guru.
Tetapi pada kenyataannya, pengajaran dalam mengajarkan mata pelajaran belum sepenuhnya melaksanakan metode pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa. Guru lebih cenderung menerapkan metode konvensional, di mana guru adalah satu-satunya sumber ilmu atau disebut juga Teacher Centered Learning/TCL. Dalam metode ini guru lebih kepada ceramah, mendikte, CBSA (Catat Buku Sampai Abis), dan kemudian memberikan soal ujian.
Fenomena proses pengajaran yang kurang tepat seperti di atas, dapat mempengaruhi keberhasilan siswa SMA yang notabene sebagai jembatan menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ilmu yang mereka dapat hanyalah bersumber dari guru, tanpa harus bersusah payah mencari dan ikut berperan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran di SMA jauh berbeda dengan system pembelajaran di bangku kuliah, maka sedini mungkin diharapkan siswa dapat dikenalakan dengan metode aktif berpusat kepada siswa.
Muncul konsep yang salah tentang pengajran, bahwa guru yang baik adalah yang sistematis, rinci, pandai berceramah dan menghasilkan catatan rapi yang ternyata isinya sama persis seperti seperti buku teks yang tidak pernah di baca oleh siswa. Padahal membaca, menemukan dan memahami ilmu dari buku itulah excitement dalam proses belajar. Jika excitement ini diambil, maka hasilnya adalah siswa akan pandai menghapal (dan melupakan) mata pelajaran.

Student Centered Learning (SCL)
Student Cetered Learning (SCL) merupakan pembaharuan pendekatan pembelajaran konvensional, Teacher Cetered Learning (TCL) yang cenderung menjadikan siwa pasif dikarenakan penguasaan mata pelajaran yang minimum karena hanya memusatkan perhatian pada guru. SCL menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar. Siswa sangat berperan aktif dalam kegiatan tersebut sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam mendorong dan mengendalikan siswa agar selalu aktif.”
SCL memusatkan perencanaan, pengajaran dan penilaian semuanya berdasarkan pada kemampuan dan kebutuhan siswa. Intinya bahwa proses belajar akan sangat berarti apabila siswa merasa tertarik dan senang dengan materi yang sedang ia pelajari (Mc. Combs and Whistler 1997). Siswa akan merasa termotivasi apabila mereka dilibatkan dalam setiap proses pembelajaran dan pengajaran, pemilihan topik sampai pada penilaian.
Kutipan yang berasal dari www.wikipedia/edu_scl/step/html menyatakan bahwa SCL adalah metode pembelajaran yang lebih memfokuskan pada kebutuhan peserta didik dari pada aspek pembelajaran teoritis. Dengan metode yang memusakan kegiatan pada siswa untuk selalu belajar mandiri, ini akan menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi pergantian kurikulum yang akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan oleh praktisi kurikulum di Indonesia. Karena apapun kurikulumnya SCL akan dapat diterapkan.

Kelebihan SCL
Ada beberapa kelebihan SCL bila dibandingkan dengan metode konvensional (TCL) kelebihan itu (Seperti dikutip dalam Student Centered Learning [Online]) adalah sebagai berikut:
Mengefektifkan proses pembelajaran
Dengan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, mereka akan bertanggungjawab pada dirinya sendiri dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Sehingga mereka akan lebih cepat dalam menerima dan memahami sesuatu dengan proaktif dalam belajar.
Memperkuat daya ingatan siswa
Ketika siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajarnya, dalam artian tidak lagi hanya terpusat pada guru, mereka akan lebih kuat daya ingatannya. Karena mereka mendapatkan ilmu secara langsung untuk dipraktekkan, dalam arti tidak hanya sekedar mendengarkan dari satu sumber.
Mengikis rasa bosan siswa
Rasa bosan akan timbul ketika mahasiswa tidak dianggap ada di dalam kelas. Mereka hanya dijadikan objek pendengar yang setia dari ceramah guru. Akibatnya siswa akan merasa bosan dan akan juga mempengaruhi keinginannya untuk terus giat dalam menggali ilmu.
Memberikan rasa percaya diri bagi mereka yang mempunyai kekurangan dalam akademis
SCL memberikan kesempatan pada siapapun untuk proaktif dalam proses belajar mengajar. Tidak ada tekanan yang dapat memutuskan bahwa pendapat ini benar dan pendapat itu salah. Karena yang terlibat dalam diskusi tersebut mereka sendiri yaitu semua siswa. Jadi bagi mereka yang selama ini jarang berpartisipasi dalam kegiatan KBM akan merasa lebih percaya diri dalam mengikutinya.

Berikut adalah yang bukan karakteristik SCL:
Tidak melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar
Tidak pernah membentuk kelompok belajar dalam kelas
Tidak memberikan penugasan kepada siswa untuk mencari data dari sumber lain
Guru membuat kesimpulan, sendiri tanpa merangsang kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan terhadap suatu pokok bahasan.
Diam adalah sikap terbaik
Bekerja secara individu
Informasi ilmu berasal dari guru saja, (Guru sibuk membuat rencana pembelajaran sendiri, merangkum mata pelajaran sendiri, dan kemudian mengajarkannya). Ironisnya biasanya guru hanya mempersiapkan mata pelajaran satu malam sebelumnya, satu jam sebelumnya atau bahakan tidak ada persiapan sama sekali.

Dapat disimpulkan bahwa Student Centered Learning (SCL) dirasa sangat perlu untuk dapat diterapakan dalam kegiatan belajar mengajar di SMA. Hal ini dikarenakan siswa SMA dirasa sudah cukup dewasa untuk diajak belajar mandiri. Selain itu siswa SMA harus diperkenalkan sitem pembelajaran di bangku kuliah sejak dini, agar dapat mudah dalam penyesuaian ketika mereka duduk di bangku kuliah.
Era globalisasi seperti saat ini menuntut kemandirian siswa untuk dapat mengembangkan dan menemukan jatidirinya melalui eksperimen dan pengalaman yang mereka cipatakan sendiri dan dalam pola belajar yang mereka sendiri yang mengatur. Paradigma guru sebagai pemberi transformator ilmu seyogyanya dapat diminimalisir seiring dengan pengoptimalan fungsi siswa dalam belajar.


Penulis adalah:
Staf Pengajar Di SDIT AL-Azhar Jambi, sebagai Direktur LP3J (Lembaga Penelitian, PEngkajian dan Pelatihan Jambi) dan Anggota Biasa 2 (AB2) KAMMI daerah Jambi.

Comments

Popular posts from this blog

Sampling

This slides provide you:  1. the definition of sampling  2. sampling frame 3. determining the size of your sample  4. sampling procedure (Probability and non-probability)  Please follow/download the link for the Power Point Slides

The Legend of Jambi Kingdom (Narrative Text)

   Image: https://www.gambarrumah.pro/2012/10/400-gambar-kartun-rumah-adat-jambi.html Once upon a time, there were five villages, Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, and Batin Duo Belas. The villagers of those five villages lived peacefully. They helped each other. Soon, the number of villagers grew highly. The villagers thought that they needed a leader to guide them. They wanted to have a king. So, the leaders from the five villages had a meeting. They wanted to set the criteria who could be their king. "Our king should be physically strong," said the leader from Tujuh Koto. "I agree. The king should be able to protect us from the enemies, "said one leader. "Not only that. He should also be well respected by us. So, the king should be strong and have good manners," said the leader from Petajin. "Then, let’s set the criteria. I have a suggestion. The king should be strong from fire. He cannot feel the pain if we burn him," said leade...

The Legend of Jambi (Narrative Text)

                                                    Gambar: http://www.ceritadongenganak.com   Once upon a time, there lived in Sumatra Island a very beautiful girl, Putri Pinang Masak. The girl was also a very kind-hearted person. This made everyone liked her so much. Many youth and princes from other countries desire her to be his wife. Nevertheless, she refused their proposals because she had not wanted to get married yet. One day, there was a very wealthy king, the king of the east kingdom, coming to her village. He proposed to marry her. Putri Pinang Masak was afraid to refuse the king’s proposal although she actually did not love the king, the ugly-faced man, at all. She knew that the king would be very angry and there would ...